Jumat, 05 Juli 2013

Kisah Khabbab bin Art

Sahabat yang telah masuk Islam dari sejak
dini ini berkesempatan mengikuti semua
peperangan yang diikuti Rasulullah . Dalam
mempertahankan agama yang dianutnya ini,
beliau menerima banyak cobaan. Rasulullah
mempersaudarakan beliau dengan Jubair bin
Atiq. Beliau meninggal di kota Kufah.
Panasnya api tak membuat luluh
keimanannya. Justru ia kian merasa bahagia
atas luka-lukanya membela Nabi Allah.
Direlakannya lehernya sebagai jaminan
kebenaran dan kemuliaan risalah yang
dibawa Rasulullah .

Dialah Khabbab bin Art, seorang pandai
besi yang meskipun tadinya ia seorang budak,
ia bisa bergaul dengan semua kalangan.
Pemuka-pemuka Quraisy pun seringkali
memesan pedang kepadanya.
Suatu hari, datang ke rumahnya beberapa
orang Quraisy mengambil pesanan senjata.
Kebetulan Khabbab sedang tidak ada.
Setelah ditunggui beberapa lama, akhirnya
Khabbab datang. dengan penuh suka cita, ia
langsung saja bercerita bahwa ia baru saja
pulang dari rumah Arqam, di sana ia
bertemu dengan Rasulullah. Dengan
kegembiraan yang terpancar dari wajahnya,
diceritakannya perilaku Rasulullah yang
begitu menarik hingga membuatnya
terkagum-kagum dan mendorongnya untuk
masuk Islam. Khabbab pun sempat
mengucapkan syahadat di hadapan teman-
teman Quraisy-nya itu.
Kegembiraannya ini menjadikannya lupa
sedang berada dimana dirinya. Ia tidak
sadar dengan apa yang terjadi dengannya.
Tahu-tahu ia telah terkapar pingsan.
Begitu terbangun, didapatinya sekujur
tubuhnya telah bersimbah darah karena luka.
Sambil menahan nyeri ia bertanya-tanya
dalam hati, apa gerangan yang akan
dihadapinya setelah itu.
Sya’bi, salah satu kawan sependeritaan
Khabbab, menggambarkan kegilaan orang-
orang Quraisy yang menyiksa Khabbab.
‘Orang-orang kafir itu datang kepada
Khabbab dan menyeretnya keluar kemudian
menindihnya dengan batu yang membara,
hingga meluluhkan dagingnya. Namun hati
Khabbab tak sedikitpun terpengaruh, justru
membuat ia semakin yakin akan kebenaran
risalah yang diikutinya.’
Sahabatnya yang lain menceritakan bahwa
orang-orang kafir itu datang ke rumah
Khabbab. Mereka membakar besi-besi yang
hendak dijadikan pedang. Kemudian setelah
membara mereka guanakan untuk tiang
mengikat tangan, kaki, berikut tubuh
Khabbab.
Rasulullah pernah menyaksikan kekejaman
orang kafir terhadap Khabbab, namun pada
saat itu tidak ada yang bisa diperbuat
mengingat umat Islam masih sangat
minoritas. Rasulullah hanya bisa berdo’a
agar Allah memberikan pertolongan-Nya
sambil meminta yang bersangkutan bersabar.
Harapan Rasulullah terbukti. Ummi
Ammar yang seperti kesetanan menyiksa
Khabbab, tak lama kemudian terkena
penyakit panas yang aneh. Penyakit itu bisa
berkurang kalau setiap pagi dan petang
punggung dan kepalanya disetrika dengan besi
yang membara.
Khabbab termasuk salah satu generasi
pertama sahabat Rasul. Selain ahli ibadah,
ia juga seorang guru ngaji yang Rasulullah
sendiri pernah mengatakan, “Barang siapa
ingin membaca al Qur’an, hendaklah ia
meniru bacaan Khabbab Ibnu Ummi Abdin”.
Khabbab mendapatkan kelebihannya itu
untuk mengajar orang-orang yang masuk
Islam. Khabbab jugalah yang mengajar
Fatimah binti Khattab (saudara perempuan
Umar bin Khattab) dan suaminya membaca
Al Qur’an.
Sampai akhir hayat Rasulullah, Khabbab
tidak pernah ketinggalan untuk pergi
berperang. Pada masa kekhalifahan Umar
bin Khattab dimana saat itu keadaan baitul
maal sudah membaik, Khabbab mendapatkan
gaji yang cukup besar. Walaupun begitu ia
tidak pernah lupa untuk bersedekah. sampai-
sampai ia membuat tempat untuk menyimpan
uang tepat di ruang tamu dan tidak pernah
ia tutup dengan selembar benang pun, karena
memang disediakannya untuk para tamu yang
membutuhkannya.
Ada kebiasaan aneh yang tetap tak bisa
dihindarinya dalam kondisi banyak harta
seperti itu. Ia begitu sering menangis. Masih
kurangkah gajinya? “Sesungguhnya saya
tidak merasa kekurangan. Justru kelebihan
itulah yang mengingatkan saya kepada para
sahabat yang telah meninggalkan kita dengan
membawa semua amalnya, sebelum
mendapatkan ganjaran di dunia. Sedangkan
kita masih hidup dan mendapat kekayaan
yang melimpah hingga tak ada tempat untuk
menyimpannya lagi kecuali di tanah…”
Subhanallaah… kalau iman yang berkata,
seolah dunia ini tidak ada apa-apanya, yang
ada hanya Allah dan Rasul-Nya.

Karomah Syaikh Abdul Qodir Jailani Rodiallahu'anhu

Ketika Syaikh Abdul Qodir Jailani ditanya
tentang sebab orang menjulukinya
Muhiyuddin, beliau menjawab, “Pada hari
jumat tahun 511 H. Saat aku pulang dg kaki
telanjang dari salah satu pengembaraanku, aku
berjumpa dg seseorang yg sakit parah, kurus
kering, dan sudah berubah warna kulitnya.

“Assalamu’alaikum ya Abdul Qodir” ucapnya
kepadaku. Aku pun menjawab salam tersebut.
“Menunduklah kepadaku” pintanya kepadaku
dan aku pun merendahkan badanku.

“Dudukkan aku” pintanya lagi dan aku pun
membantunya duduk. Kemudian badannya
berangsur2 berisi dan kulitnya mulai
memerah. Aku pun menjadi ketakutan namun
dia berkata, “Tahukah engkau siapa aku”.
“Tidak” jawabku. Dia melanjutkan “Aku
adalah agama yg telah mati dan hanur.
Kemudian ALLAH kembali menghidupkanku
ditanganmu”

Aku pun meninggalkannya dan berjalan
menuju masjid. Sesampainya di masjid,
orang2 mengerubungiku, berebut menciumi
tanganku seraya berkata, “Muhiyuddin”.
Padahal sebelum itu, aku tidak pernah
dipanggil dg nama tersebut"

Syaikh Abdul Qodir Jailani berkata, “Pada
suatu malam aku bermimpi seolah-olah
sedang menghisap air susu dari payudara
Aisyah Umm Mu’minin. Kemudian
Rosulullah masuk dan berkata, “Ya, Aisyah,
ini benar-benar anak kita”” (Syaikh Abdul
Qodir Jailani adalah seorang Sayyid/
Habib , keturunan Rosulullah saw, nasab dari
pihak ayah bersambung ke Hasan Ra dan
nasab dari pihak ibu bersambung ke Husein
Ra)

Mari Kita Hadiahkan Bacaan Surat Al-
Fatihah Untuk Beliau.. ALFATIHAH...